7 Tahun Kegelapan – Jeong You-Jeong

Sunday Magazine, majalah ini selalu membuntuti Seo Won ke manapun dia pergi. Sejak berusia 12 tahun majalah yang memuat berita petaka yang menimpa keluarganya terasa terus mengejarnya hingga ke ujung dunia. Kehidupan Seo Won berikutnya selama 7 tahun dihantui oleh kebingungan apa yang terjadi pada malam itu dan sebuah keputusan pengadilan hukuman mati yang divoniskan kepada Ayahnya.

Setelah hari pertama di sekolah baru, aku sadar aku tidak mungkin berangkat ke sekolah lagi. Teman-teman sekelasku tahu benar siapa diriku. Aku adalah putra pembunuh sinting yang memelintir leher seorang anak perempuan berusia duabelas tahun, menghajar ayah si anak perempuan dengan tongkat pemukul sampai mati, membunuh dan melempar istrinya sendiri ke sungai, membuka pintu waduk dan menenggelamkan empat orang polisi dan separuh warga desa. Aku adalah anak yang berhasil selamat dari malam penuh kegilaan itu.” ~ H.21

Kisah tragis ini sebagian besar alur bercerita tentang masa silam dengan sudut pandang dari tokoh-tokoh sentral. Penulis menggali psikologis karakter-karakternya dengan mengaitkan masa kecil dan problematika kehidupan masing-masing tokoh. Hyeon-su, Ayah Seo won, mendapat porsi kisah terbanyak dengan tangan kirinya yang kerap menjadi lumpuh. 

Kelumpuhan tangannya tidak lepas dari kehidupan Hyeon-su yang dihantui oleh kekerasan dan kematian ayahnya di masa silam. Kebiasaan Ayahnya menggunakan tangan kirinya untuk memukul ibunya, dia dan adik-adiknya terekam dalam alam bawah sadarnya. Kenangan ini yang membuat tangan kirinya mengalami kelumpuhan. Bagaimana dia menceritakan dan memperlakukan tangan kirinya ini menjadi bagian cerita yang menyakitkan sekaligus memilukan.

Kendali diri terakhir Hyeong-su putus. Ia melihat “pria dalam mimpi” muncul dari dalam dirinya. Tibalah saatnya bagi pria itu meminjam tubuh Hyeon-su untuk bergerak, untuk membalas dendam.” ~ h. 356 

Meski hidup Hyeon-su dipenuhi kesuraman, kisah perjumpaan Hyeon-su dan Eun-ju, ibu Seo-won, menjadi bagian terhangat dalam alur cerita. Namun, realitas kehidupan menggempur hubungan pernikahan mereka yang dipenuhi dengan konflik, dengan tuntutan-tuntutan Eun-ju dan ketidakberdayaan Hyeon-su mengendalikan pengaruh masa lalunya. 

Seo-won tidak takut dirinya dimarahi. Ia hanya tidak ingin ayah dan ibunya bertengkar gara-gara dirinya. Seung-hwan merasa terkejut sekaligus kasihan pada anak itu. Seorang anak kecil berumur dua belas tahun memahami mekanisme pertengkaran orangtuanya dan bisa merasakan masalah dalam perkawinan mereka. Pengetahuan seperti itu hanya bisa didapatkan dengan banyak pengalaman.” ~ h. 279.

Ohn Yeong Je, tokoh antagonis yang pasti akan membuat pembaca membenci sebenci-bencinya. Yeong-je, Ayah Se-Ryeong, gadis cilik yang dibunuh di Danau Seryeong oleh Hyeon-su, tidak bisa menerima kematian anaknya. Namun, kemarahannya tidak didasari kasih sayang tetapi obsesi kepemilikan atas diri Se-Ryeong. Dia hanya menganggap anak dan istrinya sebagai ’barang’ yang bebas dia perlakukan semaunya dan harus sesuai dengan keinginannya.

Ia (Oh Yeong-je) tidak bisa memaafkan orang yang sudah menghancurkan dunianya. Ia tidak mengakui kehancuran dunianya. Semuanya harus kembali ke tempat semua, ke tempat yang sudah ditentukan, tepat seperti keinginannya.” 

Yeong-je memang menyebalkan, sangat egois, impulsif, tetapi menjadi salah satu tokoh yang berhasil dibangun oleh penulis yang telaten menyajikan sedikit demi sedikit kisah di balik kondisi psikologis setiap karakter dalam ceritanya. Menariknya, penulis ‘memberikan’ hobi Yeong-je menyusun batang-batang kayu menjadi sesuatu dengan detail dan rapi menjadi pendukung terbentuknya karakter kuat dari tokoh yang satu ini.

Tokoh kunci pengait antara masa lalu dan masa kini adalah Seung-hwa, seorang penulis yang bekerja di Danau Seryeong, bawahan Hyeon-su sekaligus teman sekamar Seo-won. Kebuntuannya menulis harus dipecahkan demi mengungkap kenyataan di balik perbuatan Hyeong-su yang berakibat fatal. Melalui tulisan Seung-hwa, Seo-won menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan menggantung yang membebani pikirannya selama 7 tahun.

Ia (Seung-hwan) membolak-balikkan halaman buku catatan itu dan membaca semua yang sudah ditulisnya. Ia harus merapikan semua potongan ini, mulai hari Jumat siang ketika ia melihat Se-ryeong di halte bus sampai apa yang baru saja terjadi tadi. Ia harus mencatat semua yang dilihatnya, semua yang diketahuinya, dan semua yang dirasakannya. Ia harus melindungi diri sendiri. Ia juga ingin tahu gambaran secara utuh.” ~ h. 214

Salah satu bagian yang menyedihkan adalah munculnya kesadaran dalam diri Eun-ju yang tak sempat tersampaikan dan perbaiki. Kesadaran ketika penyesalan itu hadir di menit-menit terakhir menjelang petaka di Danau Seryeong, yang menyebabkan suaminya divonis hukuman mati, anaknya dikucilkan hingga ke ujung dunia yang sepi, dan kematiannya.

Mungkin itulah awal masalah antara dirinya dan suaminya. Ia hanya peduli pada apa yang dilakukannya dan sengaja menutup mata terhadap suaminya. Dan semua yang terjadi padanya.” ~ h.427

Sepanjang membaca buku ini emosi dari setiap tokohnya meresap ke dalam benak dan cukup membuat saya kelelahan. Alurnya berjalan lambat tetapi menurutku di situlah pembaca dituntut bersabar untuk ikut mengenal tokoh-tokoh sampai ke benak terdalamnya. Saya sendiri menikmati setiap bagiannya, memang menyayat tetapi ada kepuasan setelah menuntaskannya.

7 Tahun Kegelapan • Seven Years of Darkness • Jeong You-Jeong • Gramedia Pustaka Utama • Cetakan Pertama, Maret 2011 • 560 halaman

Leave a comment